Pengangguran Terdidik
Permasalahan iman menjangkit lagi kepada manusia di negeri ini. Semua teori dan konsep sudah terlalu banyak untuk menanggulangi pengangguran di negeri ini. Namun untuk aplikasinya, belum terlihat maksimal.
Iman itu terasa tergores saat membaca tulisan ini :
Asisten Deputi Bidang Kepeloporan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Muh Abud Musa’ad, mengatakan angka pengangguran pemuda terdidik mencapai 41,81 persen dari total angka pengangguran nasional.
“Ada fenomena semakin tinggi jenjang pendidikan semakin tinggi ketergantungan pada lapangan kerja,” kata Muh Abud Musa’ad di Jakarta, Rabu. www.republika.com.
Persentase yang disebutkan hampir mencapai 50% dari jumlah pengangguran nasional. Padahal yang menganggur itu adalah bukan orang-orang sembarangan, mereka orang-orang terdidik. Nampaknya memang lapangan pekerjaan dan pilah pilihnya pekerjaan yang dilakukan para pemuda terdidik itu merupakan faktor yang menjangkit dikalangan pemuda terdidik.
Ada yang tergoreskah iman – iman kita dan mereka?
Pemantapan iman dan aplikasinya selalu hadir dalam sejarah-sejarah yang telah lama terkubur. Kalau permasalahan di atas perlu kita telaah dari sejarah, maka mari kita bertanya pada sejarah.
Misalnya saja, pengangguran yang terjadi saat ini disebabkan oleh keterbatasan lapangan pekerjaan, pilah – pilihnya pekerjaan atau yang lebih parahnya adalah kemalasan untuk bekerja.
Sejarah mengajarkan kepada kita, sebagaimana dalam beberapa hadits berikut ini :
ََعَنْ عُرْوَةَ, عَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا-; أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ عَمَّرَ أَرْضاً لَيْسَتْ لِأَحَدٍ, فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا ) قَالَ عُرْوَةُ: وَقَضَى بِهِ عُمَرُ فِي خِلَافَتِهِ. رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Dari Urwah, dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa memakmurkan tanah yang tidak dimiliki oleh siapapun maka ia lebih berhak dengan tanah tersebut.” Urwah berkata: Umar memberlakukan hukum itu pada masa khilafahnya. (HR. Bukhari)
َوَعَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ رضي الله عنه عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ أَحْيَا أَرْضاً مَيْتَةً فَهِيَ لَهُ ) رَوَاهُ اَلثَّلَاثَةُ, وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ. وَقَالَ: رُوِيَ مُرْسَلاً. وَهُوَ كَمَا قَالَ, وَاخْتُلِفَ فِي صَحَابِيِّهِ, فَقِيلَ: جَابِرٌ, وَقِيلَ: عَائِشَةُ, وَقِيلَ: عَبْدُ اَللَّهِ بْنُ عَمْرٍو, وَالرَّاجِحُ اَلْأَوَّلُ
Dari Said Ibnu Zaid Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu miliknya.” (Riwayat Imam Tiga. Hadits hasan menurut Tirmidzi dan ia berkata: hadits itu diriwayatkan dengan mursal dan ada perselisihan tentang shahabatnya. Ada yang mengatakan (shahabatnya ialah) Jabir, ada yang mengatakan ‘Aisyah, dan ada yang mengatakan Umar. Yang paling kuat ialah yang pertama.)
َوَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَقْطَعَ اَلزُّبَيْرَ حُضْرَ فَرَسِهِ , فَأَجْرَى اَلْفَرَسَ حَتَّى قَامَ , ثُمَّ رَمَى سَوْطَهُ. فَقَالَ : أَعْطُوهُ حَيْثُ بَلَغَ اَلسَّوْطُ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَفِيهِ ضَعْفٌ
Dari Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memberi tanah kepada Zubair sejauh lari kudanya, maka ia melarikan kudanya hingga berhenti. Kemudian ia melempar cemetinya. Lalu beliau bersabda: “Berikan padanya sejauh lemparan cemetinya.” (Riwayat Abu Dawud dan didalamnya ada kelemahan)
Dari ketiga hadits di atas, ada titik penekanan kepada pemanfaatan tanah. Ada yang memanfaatkan tanah yang tidak ada pemiliknya, atau menghidupkan tanah yang mati, atau memberikan tanah yang dimiliki.
Apakah tanah-tanah yang berada di negeri ini sudah termanfaatkan dengan baik?
*Silahkan jawab sendiri…
Semoga hadits di atas solusi penanganan pengangguran bagi yang tidak mendapatkan lapangan pekerjaan atau pilah pilih terhadap pekerjaan.
Lalu bagaimana dengan penggangguran yang disebabkan karena kemalasan?
Kisah dalam sejarah bisa menjadi inspirasi untuk ditarik menjadi solusi. Seperti ini kisahnya :
Anas bin Malik meriwayatkan bahawa seorang lelaki dari kaum Anshar datang menghadap Rasulullah dan meminta sesuatu kepada beliau.
Rasulullah bertanya, “Adakah sesuatu di rumahmu?”
“Ada, ya Rasulullah!” jawabnya, “Saya mempunyai sehelai kain tebal, yang sebagian kami gunakan untuk selimut dan sebagian kami jadikan alas tidur. Selain itu saya juga mempunyai sebuah mangkuk besar yang kami pakai untuk minum.”
“Bawalah kemari kedua barang itu,” sambung Rasulullah.
Lelaki itu membawa barang miliknya dan menyerahkannya kepada Rasulullah. Setelah barang diterima, Rasulullah melelangnya kepada para sahabat yang hadir pada saat itu, Beliau menawarkan pada siapa yang mau membeli. Salah seorang sahabat menawar kedua barang itu dengan harga satu dirham. Tetapi Rasulullah menawarkan lagi, barangkali ada yang sanggup membeli lebih dari satu dirham.
“Dua atau tiga dirham?” tanya Rasulullah kepada para hadirin sampai dua kali.
Inilah lelang pertama kali yang dilakukan Rasulullah.Tiba-tiba salah seorang sahabat menyahut,
“Saya beli keduanya dengan harga dua dirham.”
Rasulullah menyerahkan kedua barang itu kepada si pembeli dan menerima uangnya. Uang itu lalu diserahkan kepada lelaki Anshar tersebut, seraya berkata,
“Belikan satu dirham untuk keperluanmu dan satu dirham lagi belikan sebuah kapak dan engkau kembali lagi ke sini.”
Tak lama kemudian orang tersebut kembali menemui Rasulullah dengan membawa kapak. Rasulullah melengkapi kapak itu dengan membuatkan gagangnya terlebih dahulu, lantas berkata,
“Pergilah mencari kayu bakar, lalu hasilnya kamu jual di pasar, dan jangan menemui aku sampai dua pekan.”
Lelaki itu taat melaksanakan perintah Rasulullah. Setelah dua pekan berlalu ia menemui Rasulullah melaporkan hasil kerjanya. Lelaki itu menuturkan bahwa selama dua pekan ia berhasil mengumpulkan uang sepuluh dirham setelah sebagian dibelikan makanan dan pakaian. Mendengar penuturan lelaki Anshar itu, Rasulullah bersabda,
“Pekerjaanmu ini lebih baik bagimu daripada kamu datang sebagai pengemis, yang akan membuat cacat di wajahmu kelak pada hari kiamat.”
Bertanya kepada sejarah, merupakan inspirasi untuk menghadirkan solusi disetiap permasalahan negeri ini. Seperti halnya orang yang meminta-minta dalam kisah di atas, Rasulullah dapat mengarahkan menjadi kemandirian. Jikalau kita telaah lebih dalam kalimat demi kalimat dalam kisah di atas, akan memunculkan tips – tips menangani orang yang malas bekerja.
Seperti apa tips-tipsnya?
Silahkan menggali tips-tipsnya untuk melatih diri dan kembali bertanya pada sejarah…
Wallahu’alam. [KakIlham]