Jangan Seperti Rumah Laba-laba
Menikah adalah regenerasi ketaqwaan, bukan sekadar mengakhiri masa lajang. Esensi dari penciptaan manusia dari diri yang satu (Adam), kemudian Allah menciptakan istrinya (Hawa). Dengan hadirnya pasangan itu, selanjutnya proses berkembang biaknya manusia pun dimulai.
Semua aktivitas muslim harus masuk dalam frame besar ini: meraih taqwa. Maka, menikah adalah bagian dari upaya agar menjadi hamba yang bertaqwa dan mencetak generasi-generasi selanjutnya yang bertaqwa.
Penting untuk memilih calon pasangan yang benar. Jika pasangan cantik atau tampan, kaya, dan dari keturunan yang baik, ini merupakan anugerah-anugerah. Namun, pilihlah karena mendahului pertimbangan agama agar beruntung.
Sedahsyat apapun cinta, tidak akan hebat jika tidak bertemu di mahligai pernikahan. Pertemuan kita dengan suami atau istri haruslah dilandasi karena Allah.
Pastikan niat pernikahan untuk menjadi batu bata peradaban. Setelah hati berlabuh, bertemu pasangan jiwa, maka bersiaplah berlayar kembali. Karena rumah tangga bukan hanya empat tembok di rumah kita. Tapi ia adalah ruh peradaban. Maka, jangan jadikan rumah tangga muslim seperti rumah laba-laba.
“Laba-laba betina yang membangun rumah dan tidak butuh pejantan setelah dibuahi. Laba-laba jantan lari setelah membuahi, karena takut betina memakannya. Anak laba-laba akan memakan induknya setelah mereka dewasa.” ungkapnya.
Untuk membentuk rumah tangga Islami yang kokoh, suamilah yang menjadi qowwam, yang menyediakan fasilitas untuk keluarganya. Maka, tugas istri shalihah adalah menghadirkan ketenangan bagi rumah tangga, sehingga berat bagi suaminya untuk meninggalkan rumah kecuali untuk menjalankan kewajibannya.
Suami dan istri mengasuh serta mendidik anak-anak bersama dengan baik. Sehingga, ketika anak-anak hidup menjadi penyejuk mata dan matinya menjadi tabungan akhirat. (PN)